Rabu, 24 April 2013

Mendahulukan Belajar Ilmu Syar’i



Asy-Syaikhul Muhaddits Muqbil  bin Hadi  Al-Wadi’i t menjawab:
“Ilmu yang wajib untuk kita pelajari dan kita dahulukan adalah ilmu syar’i. Ilmu inilah yang Allah l wajibkan atas anda. Rasulullah n bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.”
Bila anda ingin mengerjakan shalat sebagaimana shalat Rasulullah n, maka pelajari ilmunya sebelum anda mempelajari kimia, fisika, dan selainnya. Bila ingin berhaji, anda harus mengetahui bagaimana manasik haji yang ditunaikan Rasulullah n. Demikian pula dalam masalah akidah dan pembayaran zakat. Bila ingin melakukan transaksi jual beli, semestinya anda pelajari hukum jual beli sebelum anda mempelajari kimia, fisika dan selainnya. Setelah anda pelajari perkara yang memberikan manfaat kepada anda dan anda mengenal akidah yang benar, tidak apa-apa bagi anda mempelajari ilmu yang mubah yang anda inginkan.
Akan tetapi bila anda diberi taufiq, dikokohkan oleh Allah l dan dijadikan anda cinta terhadap ilmu yang bermanfaat, ilmu Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka teruslah mempelajarinya, karena Rasulullah n bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya maka Allah faqihkan (pahamkan) dia dalam agama.”
Allah l berfirman:
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَ لَمْ يُرِدْ إِلاَّ الحْيَاَةَ الدُّنْيَا. ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
“Berpalinglah engkau dari orang yang enggan berzikir kepada Kami dan ia tidak menginginkan kecuali kehidupan dunia. Yang demikian itu merupakan kadar ilmu yang mereka capai.” (An-Najm: 29-30)
يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ اْلآخِرَةِ هُمْ غَافِلُوْنَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia sementara mereka lalai dari akhirat.” (Ar-Rum: 7)
Bila seseorang telah mempelajari ilmu yang wajib baginya, kemudian setelah itu ia ingin belajar kedokteran, teknik, atau ilmu lainnya maka tidak mengapa. Kita sedikitpun tidak mengharamkan atas manusia apa yang Allah  l halalkan untuk mereka. Akan tetapi sepantasnya ia mengetahui bahwa kaum muslimin lebih butuh kepada orang yang dapat mengajari mereka agama yang murni sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah n. Mereka lebih butuh kepada orang yang alim tentang agama ini daripada kebutuhan mereka terhadap ahli teknik, dokter, pilot, dan sebagainya. Dengan keberadaan ulama, kaum muslimin diajari tentang syariat Allah l, tentang apa yang sepantasnya dilakukan oleh seorang dokter, dan seterusnya. Sebaliknya jika tidak ada yang mengajarkan kebenaran (agama) kepada kaum muslimin, mereka tidak dapat membedakan mana orang yang alim dan mana ahli nujum. Mereka tidak tahu apa yang sepantasnya dilakukan oleh ahli teknik. Mereka tidak dapat membedakan antara komunis dengan seorang muslim. Dengan demikian, wahai saudaraku, rakyat yang bodoh ini butuh kepada ulama untuk menerangkan syariat Allah l kepada mereka dan mengajari mereka kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah n.” (Ijabatus Sa`il ‘ala Ahammil Masa`il, hal. 300-301)

Selasa, 16 April 2013

Bertahap Dalam Belajar Islam


Bertahap Dalam Belajar Islam

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, wa shallallahu wa sallama wa baaraka ‘alaa Nabiyyina Muhammadin wa aalihi wa ashabihi ajma’in.
Pembaca yang dirahmati Allah, telah kita ketahui bersama tentang pentingnya “tafaqquh fid diin“. Terlebih lagi di zaman sekarang, ilmu agama semakin sedikit orang yang mempelajarinya, sehingga yang banyak adalah orang-orang jahil namun mengaku berilmu. Ilmulah yang akan melindungi kita dari badai fitnah yang terus melanda.
Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu syar’i merupakan amal yang sangat mulia, bahkan ganjaran bagi orang yang menuntut menuntut ilmu sama halnya dengan orang yang pergi berjihad di jalan Allah sampai ia kembali. Namun perbuatan yang mulia ini, jika tidak diiringi dengan metode belajar yang benar, akan menjadi tidak teratur dan semrawut, serta hasil yang didapat pun tidak akan maksimal. Maka dari itu sangat penting bagi setiap penuntut ilmu untuk memperhatikan bagaimanakah cara belajar yang semestinya ditempuh.
[Ilmu Didapat Secara Bertahap]
Dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan kesabaran. Seseorang yang tidak sabar dalam menuntut ilmu, kerapkali berbuntut pada kebosanan dan dan akhirnya putus di tengah jalan. Semangatnya begitu membara di awal, tetapi setelah itu padam tanpa bekas. Apa masalahnya? Di antara masalahnya adalah metode menuntut ilmu yang tidak tepat, pembelajaran yang tidak berjenjang, dan tidak memprioritaskan penguatan kaidah dasar. Semestinya, seseorang mengambil ilmu sedikit demi sedikit sesuai dengan kadar kemampuannya, tentu saja disertai dengan semangat juang yang tinggi. Seseorang yang menuntut ilmu ibarat menaiki sebuah tangga. Untuk bisa mencapai bagian puncak dari tangga tersebut, maka dia harus memanjat dari bawah terlebih dahulu. Jika ia memaksakan untuk langsung menuju puncak, maka niscaya dia tidak akan mampu atau akibatnya dia akan celaka.
Ketahuilah, jika seseorang tergesa-gesa dalam menuntut ilmu, niscaya dia justru akan kehilangan seluruhnya, karena ilmu didapat seiring dengan berjalannya siang dan malam, setahap demi setahap dengan penuh kesabaran, bukan sekali dua kali duduk di manjelis atau sekali dua kali baca. Oleh karena itu para ulama sering menjelaskan :
من لم يطقن ألأصولحرم الوصول )
Barangsiapa yang tidak menguasai materi-materi ushul (pokok/dasar), dia tidak akan memperoleh hasil
Para ulama juga sering mengingatkan :
(من رام العلم جملةذهب عنه جملة )
Barangsiapa yang mempelajari ilmu langsung sekaligus dalam jumlah yang banyak, akan banyak pula ilmu yang hilang” [Dinukil dari Hilyatu tholibil ‘ilmi, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid hafidzahullah]
[Mulailah dari yang Paling Penting]
Saudaraku, waktu yang kita miliki sangatlah terbatas. Kita harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang dimiliki, termasuk dalam menuntut ilmu, Dalam memperlajari ilmu, seseorang harus menguasai dasar yang kokoh sebagai bekal baginya untuk mendalami ilmu syariat yang lainnya. Contohlah cara Nabi kita dalam mengajari umatnya, beliau memulai dari perkara penting yang paling mendasar, yaitu ilmu tauhid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ـ وفي روايةإلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلكفأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب
Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah –dalam riwayat lain: kepada tauhidullah-. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu pada setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka kamu jauhilah harta mulia mereka. Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah” (H.R Bukhari 1395 dan Muslim 19)
Dalam hadist ini terdapat pelajaran tentang tahapan dalam berdakwah dan mempelajari ilmu, yakni memulai dari yang paling penting kemudian dilanjutkan perkara penting yang di bawahnya.
Hal yang paling penting dan mendesak dipelajari saat ini adalah ilmu tauhid, karena tauhidlah sumber kebahagiaan dunia dan akherat. Selain itu, kenalilah lawan dari tauhid yaitu syirik dengan perinciannya. Juga imu tentang aqidah yang mencukup keenam rukun iman. Demikian pula perkara-perkara ibadah wajib maupun sunnah yang rutin dikerjakan siang dan malam, serta perkara-perkara yang berhubungan dengan muamalah.
[Belajar dengan Bimbingan Guru]
Seseorang bisa saja belajar ilmu syar’i hanya dari buku yang dia baca semata. Metode ini memiliki beberapa sisi negatif, di antaranya yaitu butuh waktu yang lama, ilmunya lemah, dan kadang kita jumpai seseorang yang seperti ini banyak terjatuh dalam kesalahan karena lemahnya pemahaman atau karena buku yang dibacanya sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, seseorang perlu belajar dengan bimbingan guru. Dengan adanya guru, maka dialah yang akan membimbing dan membetulkan jika ada kesalahan dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar menjadi lebih singkat. Belajar langsung dengan guru, memliki beberapa faedah:
  1. Menempuh jalan yang lebih singkat
  2. Lebih cepat dan lebih banyak dalam memahami sesuatu
  3. Terjalin hubungan batin antara penuntut ilmu dengan ulama. [Diringkas dari Kitaabul ‘ilmi, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah]
[Perlunya Belajar Secara Ta’shil]
Sebagai seorang penuntut ilmu semestinya mempersiapkan dirinya untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakatnya dengan ilmu, amal dan dakwah. Membentengi masyarakat dengan aqidah yang benar dan manhaj yang lurus merupakan kewajiban para penuntut ilmu di tengah-tengah amukan badai fitnah yang menggelora. Oleh karena itu, perlu dicanangkan strategi yang mantap dan pola belajar yang jitu untuk mencetak para penuntut ilmu yang handal.
Kesimpulannya, kita harus belajar dengan metode yang benar, secara ta’shil, belajar secara bertahap dan berkesinambungan dimulai dari materi-materi ushul (dasar), yaitu bertahap dimulai dari tahap awal kemudian meningkat ke jenjang yang lebih tinggi dan seterusnya Yang harus dipelajari secara ta’shil adalah materi-materi dasar atau pokok yang akan menjadi landasan atau pijakan seorang penuntut ilmu untuk mengembangkan kemampuan ilmiah yang dimiliki dirinya. Dan hendaknya diusahakan agar semua pelajaran dalam bidang ilmu/kitab yang bersangkutan diperoleh dari penjelasan langsung dari guru yang mumpuni.
Semoga uraian singkat ini bermanfaat. Kita memohon agar Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita di atas jalan ilmu yang benar.
Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Adika Mianoki
Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 10 April 2013

belajar islam

menghadiri_acara_kemungkaranKadang kita diundang dalam suatu acara baik walimahan atau acara lainnya yang asalnya boleh dihadiri. Namun sayangnya, dalam acara tersebut beberapa saudara kita menambahkan acara-acara maksiat seperti musik. Apakah boleh menghadiri acara semacam itu? 1 Komentar dan 29 Reactions
Selanjutnya...
 

pesugihan_1Setelah kita melihat berbagai penyimpangan dari ritual pesugihan yang di antaranya dibahas mengenai bentuk kesyirikan di dalamnya, bentuk bid'ah dan maksiat, kali ini kita akan melanjutkan pembahasan terakhir mengenai solusi agar terhindar dari ritual pesugihan. 1 Komentar dan 24 Reactions
Selanjutnya...
 

tauhid_aqidah_islamSebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa perintah yang utama bagi manusia adalah mentauhidkan Allah. Dan ibadah barulah dinamakan ibadah jika disertai dengan tauhid. Tanpa tauhid ibadah tidaklah disebut ibadah. Hal ini dapat kita misalkan dengan shalat tidaklah disebut shalat sampai seseorang itu berthoharoh atau bersuci. Hal ini sudah menunjukkan dengan sendirinya urgensi tauhid. 4 Komentar dan 19 Reactions
Selanjutnya...
 

zina_putus_sekolahKami dengar sendiri di salah satu sekolah kejuruan di daerah kami telah semakin maraknya remaja yang putus sekolah karena hamil di luar nikah. Bahkan ada yang sebenarnya sisa menjalankan satu semester lagi bahkan beberapa bulan lagi, namun karena sudah terkumpul malu dengan perut si wanita yang membesar karena ‘sex before marriage’ akhirnya harapan masa depannya jadi sirna dengan ‘putus sekolah’. Semua bermula dari pacaran dan kedekatan hubungan dengan lawan jenis. Ditambah lagi kurangnya pengawasan terhadap anak oleh orang tua. 0 Komentar dan 29 Reactions
Selanjutnya...
 

faedah surat al fatihah 8Kita telah menginjak faedah Al Fatihah serial terakhir. Dalam serial terakhir kali ini kita akan merenungkan kembali surat Al Fatihah secara umum. Di antara kandungannya, ternyata kita dapat semakin mengenal Allah dan semakin mengenal diri yang begitu lemah. 0 Komentar dan 15 Reactions
Selanjutnya...
 

makan_berjamaahMakan berjama’ah bukanlah ajaran sebagian kelompok dalam Islam. Namun makan seperti ini adalah makan yang disunnahkan dalam agama kita. Makan seperti ini dinilai lebih berkah, bahkan dikatakan bahwa sebenarnya satu porsi makanan itu bisa cukup untuk dua orang dan empat porsi untuk delapan orang. 3 Komentar dan 0 Reactions
Selanjutnya...
 

faedah_surat_al_fatihah_7Di antara faedah surat Al Fatihah yaitu terbaginya manusia menjadi tiga golongan. Ada manusia yang dimurkai karena berilmu namun engggan mengamalkan ilmunya. Ada manusia yang sesat karena beramal asal-asalan tanpa didasari ilmu. Ada manusia jenis ketiga, yaitu yang diberi ilmu dan mengamalkan ilmunya yaitu manusia yang diberi nikmat. 0 Komentar dan 19 Reactions
Selanjutnya...
 

faedah_surat_al_fatihah_6_hidayah_taufikDalam surat Al Fatihah yang terus kita baca pada shalat kita mengandung pelajaran bahwa ada dua macam hidayah yang terus kita minta pada Allah, yaitu hidayah supaya terus mendapatkan penjelasan kebenaran dan hidayah supaya dapat menerima kebenaran tersebut. Inilah yang akan kita kaji dalam faedah surat Al Fatihah selanjutnya. 1 Komentar dan 31 Reactions
Selanjutnya...
 

faedah_surat_al_fatihah_5Faedah berikutnya kita kaji dari ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Ayat ini mengandung makna di antaranya bahwa kita hanya beribadah kepada Allah saja, tidak boleh berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apa pun. 0 Komentar dan 0 Reactions
Selanjutnya...
 

faedah_surat_al_fatihah_4Ayat selanjutnya dari surat Al Fatihah membicarakan mengenai rukun ibadah lainnya yaitu roja’ (harap) dan khouf (takut). Setelah faedah sebelumnya kita membahas rukun ibadah, mahabbah (cinta). 0 Komentar dan 0 Reactions
Selanjutnya...
 

Jumat, 05 April 2013

Sukses Dunia Akhirat



Keriteria Da’i Sukses Dunia-Akhirat  

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هذِهِ سَبِيْلِي أَدْعُواْ إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ أَنَا وَ مَنِ اتَّبَعَنِي وَ سُبْحنَ اللهِ وِ مَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Katakanlah, ‘Ini adalah jalan (agama)kuaku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak(kalian) kepada Allah berdasarkan ilmu (hujjah). Mahasuci Allahdan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.’” (QS Yusuf: 108)
Ayat ini mengandung keriteria da’i yang apabila melaksanakan syarat yang dikandung, bisa dipastikan ia akan sukses dalam dakwahnya.
Firman-Nya, “قُلْ هذِهِ سَبِيْلِي (Katakanlah, ‘Ini adalah jalanku…’), yang ditunjukkan adalah apa yang dibawa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam berupa syariat: ibadah dan dakwah kepada Allah.
Firman-Nya, “إِلَى اللهِ (kepada Allah)”, karena da’i-da’i kepada Allah itu terbagi dua, yaitu:
  1. Da’i kepada Allah.
  2. Da’i kepada selain-Nya.
Da’i kepada Allah Ta’ala adalah orang yang ikhlas yang ingin menyampaikan manusia kepada Allah.
Sedangkan da’i (penyeru) kepada selan-Nya, bisa jadi menyeru kepada dirinya, ia menyeru kepada alhaq agar dibesarkan dan dimuliakan di tengah manusia. Oleh karena itu, Anda mendapatinya murka apabila manusia tidak melakukan apa yang ia perintah. Akan tetapi ia tidak marah jika manusia melakukan larangan (Allah) yang lebih besar darinya, namun ia tidak menyeru agar ditinggalkan. Dan boleh jadi ia menyeru (da’i) kepada pimpinannya, sebagaimana yang dijumpai di banyak negeri, berupa ulama-ulama sesat; dari ulama-ulama negara, bukan ulama-ulama (yang memperjuangkan) agama, mereka menyeru kepada pimpinan-pimpinan mereka. [Sebagai contoh adalah mereka berfatwa sesuai keinginan pimpinan dan negara merea, sebagaimana yang pernah terjadi pada pendeta-pendeta di zaman Yunani kuno tempo dulu yang padi akhirnya hancurnya agama dan masyarakat]. Di antaranya, ketika timbul “sosialisme” di negeri-negeri ‘Arab, bangkitlah ulama-ulama sesat yang berdalil dengan ayat-ayat dan hadits-hadits yang jauh dari pendalilan, bahkan tidak ada di dalamnya pendalilan. Maka mereka ini menyeru kepada selain Allah.
[Keterangan ini sekaligus sebagai sindiran kepada sebagian da’i-da’i organisasi tertentu yang semangatnya menyeru manusia agar berbondong-bondong masuk ke dalam organisasi mereka. Barometer kesuksesan mereka adalah apabila manusia sudah masuk ke dalam organisasi mereka, maka itulah kesuksesan menurut mereka. Adapun apabila manusia belum masuk ke dalam organisasi mereka, meski orang-orang itu sudah melaksanakan agama dengan benar, maka belum dikatakan sukses. Wal’iyadzubillah.]
Siapa yang menyeru (manusia) kepada Allah, namun kemudian ia melihat manusia lari darinya, ia tidak putus asa dan meninggalkan dakwah. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali rodhiyallohu ‘anhu:
اُنْفُذْ عَلَى رِسْلِك، فَوَ اللهِ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
Berlakulah santai. Demi Allah, Allah memberikan hidayah kepada seorang malalui kamu, itu lebih baik bagimu daripada onta merah.” [Riwayat Al Bukhori (III/134) dan Muslim (IV/1872)]
… Apabila ia menyeru kepada Allah namun tidak digubris, maka kemurkaannya karena alhaq tidak diikuti, bukan karena ia tidak digubris. Apabila ia marah dikarenakan ini, berarti ia menyeru kepada Allah.
Jika ada yang merespon seorang (saja), cukup. Akan tetapi jika tidak ada yang merespon pun, ia telah menggugurkan kewajibannya juga. Dalam sebuah hadits, “Dan seorang nabi sedangkan tidak ada seorang pun bersamanya.” [Riwayat Al Bukhori (IV/199) dan Muslim (I/199)]
Berikutnya, cukup dari berdakwah kepada alhaq adalah mentahdzir kebatilan, manusia faham bahwa ini haq dan itu batil. Karena apabila manusia diam dari menjelaskan kebenaran dan kebatilan disetujui bersamaan lamanya waktu, maka berbaliklah yang haq menjadi batil, dan yang batil menjadi haq.
Firman-Nya, “عَلَى بَصِيْرَةٍ (di atas ilmu)”, artinya ilmu. Maka dakwah ini mengandung ikhlas dan ilmu, karena kebanyakan yang merusak (citra) dakwah adalah tidak adanya ikhlas atau tidak adanya ilmu.
Bukanlah yang dimaksud ilmu dalam firman-Nya, “عَلَى بَصِيْرَةٍ (di atas ilmu)”, adalah ilmu syar’i saja. Akan tetapi ia mencakup:
  1. Mengetahui syariat (ilmu syar’i)
  2. Mengetahui kondisi objek dakwah
  3. Mengetahui strategi (metode) agar mencapai tujuan
Inilah yang disebut dengan hikmah.
[Yang biasanya terlupakan banyak da’i adalah no. 2 & 3. Sebagian mereka tidak memperhatikan dan menggubris 2 poin terakhir ini, padahal tidak kalah pentingnya dengan poin pertama. Maka sering kita jumpai mereka dengan sembrono menyampaikan dakwahnya sehingga malah memperkeruh masalah dan membuat orang-orang berburuk sangka dengan salafiyyun. Mereka tidak mau mencari strategi yang pas, menyamakan semua orang dalam lapangan dakwah. Padahal tidak demikian.]
Jadi, ia mengetahui hukum syar’i, mengetahui keadaan objek yang didakwahi, mengetahui jalan yang dapat menyampaikan kepada terwujudnya dakwah. Oleh karena itu, Nabishollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz, “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab (Yahudi-Nasrani).” [Riwayat Al Bukhori (III/160) dan Muslim (I/50)]

Al Qolul Al Mufid ‘ala Kitab At Tauhid (hal. 84-85), Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaiminrohimahulloh